Bekasi, 13 September 2024 – Dalam wawancara mendalam dengan Yang Mulia bung Ansharul Haq Syamsu, SE, SH, MH, Hakim ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Jambi kelas 1A, spsibekasi.org menggali peran penting PHI dalam sistem hukum ketenagakerjaan Indonesia, serta tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan.
Peran Utama Pengadilan Hubungan Industrial?
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) memegang peranan penting dalam menyelesaikan perselisihan masalah ketenagakerjaan. Menurut bung Ansharul Haq Syamsu, “Peran utama PHI adalah memberikan keputusan yang adil, bermanfaat, dan memiliki kepastian hukum. Putusan hakim PHI sangat diharapkan dapat berfungsi sebagai yurisprudensi untuk menyelesaikan perselisihan ketenagakerjaan. Hakim PHI jangan hanya sekedar menjalankan tugas memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara berdasarkan undang-undang, tetapi juga harus mempertimbangkan perjanjian-perjanjian, hukum kebiasaan, rasa keadilan, dan yang tidak kalah penting putusan Hakim PHI tersebut dapat memiliki kontribusi terhadap hukum seperti sebagai yurisprudensi yang dapat menjadi panduan untuk masalah-masalah ketenagakerjaan yang serupa di masa depan.”
Proses Hukum dalam Pengajuan Kasus Ketenagakerjaan?
PHI memiliki kekhususan, Sebelum sengketa ketenagakerjaan dapat diajukan ke PHI, proses bipartit dan mediasi harus terlebih dahulu ditempuh, inilah yang menjadi salah satu ke khususan dalam PHI. Risalah mediasi atau anjuran mediasi menjadi syarat formal yang wajib dilampirkan saat mengajukan gugatan. Mekanisme atau tahapan penyelesaian dalam PPHI menjadikan para pihak yang bersengketa adalah para pihak yang sama mulai dari bipartit, mediasi hingga ke PHI, jangan sampai ketika menggugat ke PHI kita juga menarik pihak lain yang sebelumnya tidak pernah dilibatkan, hal seperti ini biasanya ada dalam kasus-kasus yang melibatkan Perusahaan outsorcing dan pihak perusahaan pengguna tenaga kerja outsorcing tersebut. Dalam PHI harus Konsistensi dalam menentukan pihak yang berselisih, ini menjadi hal penting, disamping yang penting lainnya,” jelas Hakim Ansharul Haq Syamsu.
Bung Anshar juga menekankan pentingnya tertib administrasi dan pemahaman yang benar terhadap sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia bagi pekerja dan pengusaha. Karena “jika kita bekerja di luar sistem hal tersebut hanya akan menyulitkan penyelesaian kasus kita, Dengan mengikuti prosedur yang benar dan memahami tahapan hukum yang ada, proses persidangan di PHI dapat berjalan lebih efektif dan mencapai hasil yang diinginkan.”
Faktor yang Mempermudah dan Memperumit Penyelesaian Kasus?
Menurut bung Hakim Ansharul Haq Syamsu, faktor-faktor yang mempermudah penyelesaian kasus ketenagakerjaan meliputi pemahaman yang baik tentang hubungan antara fakta dengan dasar hukum ketenagakerjaannya, lalu dokumentasi yang rapi, dan komunikasi yang efektif antara pihak-pihak terkait. Sebaliknya, faktor yang mempersulit penyelesaian kasus termasuk kesalahan administrasi, ketidakcocokan bukti dengan fakta, dan kurangnya kejelasan dasar hukum yang digunakan. “Kesalahan administrasi menghambat proses penyelesaiannya. Di sisi lain, ketidakcocokan antara bukti dengan apa yang didalilkan sering menjadi masalah utama. Yang Asas legalitas juga penting, dimana setiap hal apapun yang memiliki dasar hukum yang jelas maka hal itu merupakan kekuatan dalam persidangan,” tambahnya.
Mediasi dan Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian?
Bung Ansharul Haq Syamsu menyebutkan bahwa mediasi, konsiliasi dan arbitrase adalah alternatif untuk penyelesaian kasus ketenagakerjaan diluar pengadilan. “Mediasi lebih umum digunakan, di mana mediator adalah pegawai instansi pemerintah atau konsiliator, yang bisa dikatakan sebagai mediator dari sektor swasta yang juga dapat membantu menyelesaikan berbagai perselisihan. Namun, meskipun arbitrase juga tersedia, penggunaannya masih jarang karena setahu saya terkendala di masalah biaya, siapa yang akan menanggung biayanya, kalau para pekerja jelas butuh yang gratis saja dan hal lain karena kurangnya kepercayaan terhadap sistem ini,” ungkapnya.
Kepatuhan Terhadap Standar Hukum Ketenagakerjaan?
Peran Pengadilan Hubungan Industrial dalam memastikan kepatuhan terhadap standar hukum ketenagakerjaan sangat penting. “Pengadilan bertugas untuk memastikan bahwa standar hukum ketenagakerjaan harus dipatuhi. Ini termasuk mengadili kasus perselisihan ketenagakerjaan sesuai dengan hukum yang berlaku.” jelas Hakim Ansharul Haq Syamsu.
Bung Anshar juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi mengenai peraturan ketenagakerjaan kepada para pekerja dan pengusaha. “Pengadilan harus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti serikat pekerja dan asosiasi pengusaha, untuk memastikan bahwa peraturan ketenagakerjaan diterapkan secara konsisten dan efektif di lapangan.”
Tren Perselisihan Ketenagakerjaan dan Implementasi UU Cipta Kerja?
Tren perselisihan ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menjadi isu utama saat ini, kemudian diikuti oleh perselisihan hak pekerja dan perselisihan kepentingan. “PHK sering kali dipicu oleh krisis ekonomi dan kondisi geopolitik global yang memaksa perusahaan melakukan PHK dengan dalih efisiensi. Meskipun PHK merupakan hak perusahaan, sering kali menimbulkan masalah terkait kompensasi dan prosedur yang dirasa tidak adil oleh pekerja,” kata bung Ansharul Haq Syamsu. Seharusnya dengan banyaknya serikat pekerja yang terus berkembang perselisihan kepentingan bisa menjadi isu yang menarik dan sampai ke PHI, namun faktanya kasus yang sampai ke PHI lebih banyak persoalan hak dan PHK yang mana hal tersebut seharus dapat semakin ditekan dengan adanya serikat pekerja yang berkemampuan untuk berunding.
Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) juga mempengaruhi penyelesaian kasus ketenagakerjaan. “UU Cipta Kerja merupakan pegangan utama bagi pelaku hubungan industrial, karena merupakan hukum positif, tetapi ada kekhawatiran bahwa hal tersebut lebih menguntungkan perusahaan daripada pekerja. Hal ini bisa terjadi karena pekerja dan Pengusaha hanya menggantungkan aturan main diantara mereka kepada UU yang berlaku yang bersifat heteronom. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang seharusnya menjadi landasan otonom antara perusahaan dan serikat pekerja dalam mengatur hak dan kewajiban sering kali belum optimal diterapkan, seharusnya jika PKB tersebut memang dirasa rawan terhadap penafsran lain seiring dengan adanya perubahan peraturan dan perundang-undangan, maka serikat pekerja yang memiliki hak berunding mengajak pihak perusahaan untuk menjadikan hal yang samar-samar tersebut menjadi jelas dan tidak lagi beda pendapat,” ujar Hakim Ansharul Haq Syamsu.
Tantangan dalam Kasus yang Melibatkan Serikat Pekerja?
Tantangan terbesar dalam menangani kasus ketenagakerjaan yang melibatkan serikat pekerja adalah kurangnya pemahaman dan kejelasan hukum mengenai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan kekakuan para pimpinan serikat pekerja yang menjadi kepala gerbong kereta anggota dalam menghadapi kondisi yang justru cepat sekali berubah. “Serikat pekerja sering kali belum memahami sepenuhnya dasar hukum yang ada, sehingga sulit untuk memperjuangkan hak-hak pekerja,” kata bung Ansharul Haq Syamsu.
Nasihat untuk Pekerja dan Pengusaha?
Untuk menghindari konflik yang bisa berujung ke PHI, Bung Ansharul Haq Syamsu memberikan beberapa nasihat penting:
- Komunikasi Terbuka dan Rutin: Jaga komunikasi yang terbuka dan rutin antara pekerja dan Komunikasi Terbuka dan Rutin: Jaga komunikasi yang terbuka dan rutin antara pekerja dan pengusaha. Pertemuan berkala dan diskusi yang jujur dapat mencegah miskomunikasi dan membantu menyelesaikan masalah sebelum berkembang menjadi konflik. Komunikasi adalah kunci dalam kehidupan sosial.
- Dokumentasi dan Perjanjian Tertulis: Dokumentasikan semua kesepakatan dan kebijakan secara jelas. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan dokumen lainnya harus ditulis dengan rinci untuk menghindari perselisihan karena beda penafsiran di masa depan.
- Pemahaman terhadap Hukum dan Regulasi yang berkaitan: Pekerja dan pengusaha harus memahami dan menguasai hukum ketenagakerjaan yang berlaku serta peraturan terkait, baik lokal maupun internasional.
- Pendidikan dan Sosialisasi: Edukasi tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak perlu dilakukan secara berkala. Sosialisasi peraturan dan kebijakan kepada seluruh anggota organisasi akan membantu memastikan pemahaman yang konsisten. Kalau sudah ada PKB maka sosialisasi tentang PKB tersebut kepada seluruh jajaran pekerja dan Manajemen perusahaan, harus dapat tercapai 100%, hingga tidak ada lagi dalam perusahaan tersebut yang tidak mengetahui isi PKB.
- Penyelesaian Masalah Internal: Upayakan penyelesaian masalah secara internal melalui mediasi atau perundingan sebelum membawa kasus ke pengadilan. Melibatkan pihak ketiga yang netral dapat membantu mencapai kesepakatan tanpa konflik yang berkepanjangan.
- Keterlibatan Manajemen: Manajemen perusahaan harus terlibat aktif dalam proses perundingan dan menyelesaikan masalah agar kebijakan yang diterapkan konsisten dan sesuai dengan kesepakatan.
- Menghindari Miskomunikasi: Hindari bergantung pada asumsi dan komunikasi informal yang tidak tertulis. Setiap keputusan atau perubahan kebijakan harus dikomunikasikan secara resmi dan didokumentasikan, lalu disosialisasikan.
Dengan memiliki wawasan tentang hubungan kerja, hubungan industrial dan hukum mengenai ketenagakerjaa yang berlaku secara mendalam akan sangat mungkin dapat memberikan panduan yang lebih jelas mengenai pentingnya peran PHI dan tantangan dalam menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di Indonesia.
Her-spsibekasi.org