InternasionalNEWS

Kekuatan Kolektif Serikat Buruh dan NGO Indonesia dalam Menentang Legitimasi Rezim Militer Myanmar

Forum Publik SEANF 2025 Tegaskan Solidaritas Regional untuk Demokrasi dan HAM Myanmar

Jakarta, spsibekasi.org — Building and Wood Workers’ International (BWI), bekerja sama dengan Amnesty International Indonesia, KONTRAS, YLBHI, serta mitra regional lainnya, menggelar Forum Publik tentang Myanmar, Solidaritas Regional dan Aksi Hak Asasi Manusia di Novotel Cikini, Jakarta. Kegiatan yang berlangsung pada 18 November 2025 bersamaan dengan Sidang Umum Forum Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional Asia Tenggara (SEANF) ini dihadiri sekitar 100 peserta dari berbagai serikat pekerja, organisasi HAM, lembaga masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan diplomatik. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 15.30 WIB menjadi ruang strategis untuk memperkuat solidaritas regional dalam merespons krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Myanmar.

Forum ini bertujuan membangun kekuatan kolektif menghadapi situasi menjelang pemilu Myanmar pada Desember 2025, yang dinilai sarat ancaman, intimidasi, dan tidak memiliki legitimasi demokratis. Selain itu, pertemuan ini menjadi wadah untuk membahas penerapan ILO Article 33, advokasi penghentian legitimasi Komisi HAM Nasional Myanmar oleh MNHRC, serta peneguhan peran serikat pekerja dan lembaga HAM nasional di kawasan.

Perwakilan Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menegaskan bahwa solidaritas tidak lahir tiba-tiba, melainkan harus diperjuangkan dan dipertahankan. Ia menyampaikan keprihatinan mendalam atas rangkaian kejahatan yang terus menimpa warga Myanmar, termasuk pembunuhan, penyiksaan, konflik bersenjata, hilangnya akses kesehatan, hilangnya pendidikan, serta hilangnya mata pencaharian.

Nurina menyoroti ancaman yang menguat jelang pemilu Myanmar. Banyak kelompok kritis, aktivis, dan masyarakat yang menolak pemilu mengalami intimidasi, represi, penangkapan, dan pengawasan ketat. “Kami mendesak seluruh otoritas negara di kawasan, termasuk ASEAN, untuk memberikan respons tegas dan terukur terhadap situasi kemanusiaan yang memburuk,” tegasnya. Ia mengajak seluruh peserta menyatakan solidaritas penuh bagi rakyat Myanmar.

Apolinar “Dong” Tolentino, Regional Representative Jilding and Wood Woorkers’ Intemational Asia-Pacific memaparkan gambaran nyata eskalasi kekerasan pasca kudeta militer 2021. Beliau mengungkapkan bagaimana junta militer menangkap aktivis, memburu serikat buruh, menutup ruang demokrasi, serta memaksa banyak gerakan bekerja secara bawah tanah. Dukungan negara-negara seperti Indonesia disebut memainkan peran penting dalam membantu para aktivis bertahan.

Banyak slogan boikot pemilu menggema di komunitas Myanmar karena pemilu yang direncanakan junta dinilai sekadar upaya mempertahankan kekuasaan. Delegasi Myanmar menyerukan penolakan internasional terhadap legitimasi pemilu ilegal tersebut, serta mendesak agar junta tidak diberi ruang dalam struktur ASEAN.

Perwakilan GEBRAK (Gerakan Buruh dan Rakyat), Sunarno, menyampaikan bahwa solidaritas pekerja lintas negara sangat penting, tidak hanya bagi rakyat Myanmar, tetapi juga bagi perlindungan demokrasi di kawasan. Ia menyoroti dinamika politik Indonesia pascareformasi dan menyatakan bahwa ancaman seperti yang terjadi di Myanmar bisa juga dialami negara lain jika demokrasi tidak dijaga.

Sunarno menegaskan bahwa ASEAN memiliki tanggung jawab moral dan politik menghentikan pelanggaran HAM dan kekerasan negara terhadap rakyat Myanmar. Ia juga mengajak serikat pekerja Indonesia memberi dukungan berkelanjutan kepada rakyat Myanmar sebagai bagian dari perjuangan global kelas pekerja dan gerakan demokratis.

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, memaparkan berbagai pelanggaran berat yang dilakukan junta militer Myanmar, termasuk kriminalisasi aktivis, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, pembakaran desa, konflik terhadap kelompok minoritas, serta pembungkaman jurnalis dan pembela HAM. Ia menegaskan bahwa penderitaan rakyat Myanmar adalah tragedi kemanusiaan yang harus mendapat perhatian internasional.

“Asean maupun PBB sejauh ini belum memberikan solusi yang memadai. Tanpa tekanan kuat dari masyarakat regional, Myanmar akan terus terbakar,” ujarnya. Ia mengingatkan bahwa perjuangan kemanusiaan selalu melibatkan solidaritas lintas negara, sebagaimana terjadi dalam sejarah Timor Leste dan perjuangan global lainnya.

Isnur menegaskan bahwa Indonesia memiliki tanggung jawab moral karena merupakan salah satu kekuatan masyarakat sipil terbesar di Asia Tenggara. “Solidaritas harus hadir dari kita semua,” tutupnya.

Perwakilan National Unity Consultative Council (NUCC), Toe Kyaw Hlain, memberikan paparan komprehensif tentang perkembangan kondisi politik Myanmar. Ia menjelaskan bahwa NUCC merupakan wadah paling inklusif dalam sejarah perlawanan rakyat Myanmar, beranggotakan parlemen terpilih 2020, serikat buruh, organisasi perempuan, pemuda, kelompok etnis, dan organisasi masyarakat sipil.

Ia menyampaikan data kelam bahwa hampir 3,5 juta warga mengungsi, ribuan dibunuh, puluhan ribu aktivis dipenjara, sekolah dan desa dihancurkan, serta wajib militer paksa diberlakukan di seluruh negeri. Junta militer, yang dikenal sebagai SSPS atau SAC, disebut tidak memiliki legitimasi sedikit pun untuk menggelar pemilu.

“Kami meminta pemerintah dan parlemen Anda menolak pemilu palsu itu. Jangan mengakui hasilnya,” tegas Toe Kyaw Hlain. Ia mengapresiasi keputusan ILO yang menerapkan Article 33, serta langkah lembaga HAM kawasan yang menangguhkan Komisi HAM Myanmar karena tidak independen.

Presiden CTUM MLA, Maung Maung, menekankan pentingnya strategi “Three Cuts”: memotong akses senjata, memutus pendanaan, dan mengakhiri kekebalan rezim militer. Ia menjelaskan bahwa berbagai pelanggaran HAM, pembunuhan warga desa, pembakaran kampung, dan penculikan anak muda dilakukan menggunakan sumber daya yang diperoleh melalui perdagangan regional.

Menurutnya, pasokan bahan bakar untuk operasi militer sebagian besar diangkut kapal tanker dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. “Tanpa dukungan perdagangan dari negara-negara ASEAN, junta tidak dapat bertahan,” ujarnya. CTUM meminta negara-negara kawasan mematuhi ILO Article 33 dan menghentikan hubungan dagang dengan militer Myanmar.

Ia menegaskan bahwa serikat pekerja memainkan peran besar dalam dokumentasi, advokasi, serta perlawanan politik melalui NUCC. Serikat pekerja di kawasan diminta mengirim surat resmi kepada pemerintah masing-masing untuk menolak undangan sebagai pengawas pemilu junta, sehingga pemilu tidak memperoleh legalitas internasional.

Panel pertama mengangkat tema “Dismantling Military Power – The Three Cuts Strategy and Business Accountability” yang menghadirkan Marzuki Darusman, Co-founder SAC-AM. Ia menyoroti bahwa selama 70 tahun sejarah Myanmar, tidak ada kelompok etnis yang benar-benar ingin memisahkan diri, tetapi junta militer terus mempertahankan konflik demi kepentingan kekuasaan.

Marzuki menekankan bahwa junta saat ini bukan hanya represif, tetapi juga pragmatis dalam menjalin hubungan ekonomi untuk menopang stabilitas kekuasaan. ASEAN disebut masih menganggap Myanmar bukan prioritas, padahal situasi konflik telah menjadi ancaman bagi keamanan kawasan.

Strategi “pemutusan tiga pilar kekuasaan militer” senjata, pendanaan, dan kekebalan hukum disebut menjadi pilar penting menghentikan tragedi kemanusiaan di Myanmar.

Setelah rehat makan siang, acara dilanjutkan dengan diskusi panel ke-2 yang mengangkat tema “Escalating the ASEAN Five Point Consensus-From Political Statement to Regional Action.” Sesi ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Patuhan Samosir dari International Trade Union Confederation (ITUC) dan Wirya Adiwena dari Amnesty International Indonesia, yang memberikan pandangan mendalam mengenai urgensi implementasi nyata Konsensus Lima Poin ASEAN serta langkah-langkah strategis yang perlu didorong agar pernyataan politik tersebut dapat terwujud menjadi aksi regional yang efektif dan berkeadilan.

Diskusi panel berikutnya mengusung tema “Regional Convergence – Unions and CSOs Driving Strategic Solidarity” yang membahas pentingnya sinergi gerakan serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil di Asia Tenggara dalam memperkuat solidaritas lintas negara. Panel ini menghadirkan Nany Afrida, Chairperson Alliance of Independent Journalists (AJI) Indonesia, serta Fatimah Zahrah dari Myanmar Youth After the Coup, mewakili ASEAN Youth Forum Secretariat. Keduanya menekankan bahwa kolaborasi regional antara buruh, jurnalis, aktivis muda, dan kelompok masyarakat sipil menjadi kunci untuk memastikan suara rakyat Myanmar tetap terdengar, memperkuat tekanan internasional, dan mendorong respons politik ASEAN yang lebih tegas dan bermakna.

Closing Remarks disampaikan oleh Nining Elitos dari Indonesia Women’s Movement dan Wilson Obrigados selaku Civil Society Liaison dari Timor-Leste. Keduanya menegaskan bahwa solidaritas regional bukan sekadar pilihan moral, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan keselamatan dan masa depan rakyat Myanmar. Nining menyoroti peran penting gerakan perempuan dan masyarakat sipil dalam memperluas jejaring dukungan, sementara Wilson menekankan bahwa pengalaman Timor-Leste membuktikan bahwa perjuangan demokrasi hanya dapat berhasil ketika komunitas internasional berdiri bersama dan memberikan tekanan konsisten terhadap rezim yang menindas. Mereka menutup forum dengan seruan kuat agar seluruh elemen masyarakat sipil Asia Tenggara terus memperkuat aksi kolektif demi kebebasan dan keadilan bagi rakyat Myanmar.

Forum SEANF 2025 di Jakarta menguatkan kesadaran bahwa krisis Myanmar bukan hanya tragedi nasional, tetapi ancaman regional yang memerlukan respons kolektif dan konsisten. Seruan “Berdiri bersama rakyat Myanmar” menggema dari seluruh pembicara, menegaskan bahwa demokrasi dan hak asasi manusia di kawasan tidak boleh dibiarkan runtuh di satu negara.

Dengan dukungan masyarakat sipil, serikat pekerja, lembaga HAM nasional, dan jejaring internasional, perjuangan rakyat Myanmar diyakini akan terus mendapatkan legitimasi dan kekuatan. Para pemimpin forum menutup pertemuan dengan komitmen bersama untuk memperkuat advokasi, menolak pemilu palsu junta, dan mendorong langkah nyata ASEAN serta komunitas global guna mengembalikan demokrasi di Myanmar.

Her-spsibekasi.org

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker