Menuju Upah Minimum 2025, Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat Tegaskan Pentingnya Implementasi Amar Putusan MK
Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat Bahas Upah Minimum 2025: Mengedepankan Kebutuhan Hidup Layak

Bandung, 07 November 2024 – Menjelang penetapan upah minimum tahun 2025, Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat mengadakan rapat persiapan di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat. Pertemuan yang dilaksanakan pada Kamis, 07 November 2024 ini dihadiri oleh berbagai unsur tripartit, termasuk perwakilan dari pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Rapat tersebut berfokus pada penyusunan jadwal dan agenda dalam menetapkan upah minimum tahun 2025, meliputi rapat-rapat pleno untuk pembahasan rekomendasi dari para walikota dan bupati, serta sejumlah pleno lainnya yang akan menjadi pedoman dalam proses penetapan upah.
Dalam diskusi, berbagai perwakilan menyampaikan pandangan mereka, khususnya terkait amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang berpengaruh pada regulasi ketenagakerjaan, termasuk kebijakan upah. Salah satu poin penting yang dibahas adalah pentingnya komitmen semua pihak untuk mematuhi dan melaksanakan amar putusan MK demi kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha di Jawa Barat.
Ira Laila, anggota Dewan Pengupahan Provinsi dari unsur Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP KEP SPSI), menegaskan bahwa penetapan upah minimum harus memenuhi kebutuhan hidup layak sesuai amanat konstitusi. Ira menyampaikan bahwa, “Penetapan upah minimum sebaiknya tetap memperhatikan kebutuhan hidup layak pekerja sebagai bentuk perlindungan, tanpa mengabaikan aspek keberlangsungan usaha.” Ia juga menyoroti pentingnya implementasi Upah Minimum Sektoral (UMS) untuk sektor-sektor tertentu dengan karakteristik khusus, sesuai pertimbangan hukum yang disampaikan MK.
Lebih lanjut, Ira mengutip pertimbangan MK, yang menyebutkan bahwa “Upah Minimum Sektoral merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka menjamin kesejahteraan pekerja di sektor-sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda dari sektor lainnya. Pengaturan upah minimum sektoral memberikan perlindungan yang lebih spesifik dan adil kepada pekerja di sektor-sektor tersebut, terutama dalam kondisi di mana sektor tertentu memerlukan standar upah yang lebih tinggi karena tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau keahlian khusus yang diperlukan.”
Dalam kesempatan tersebut, Ira juga menyampaikan pentingnya pengaturan yang lebih tepat dalam penggolongan sektoral. Ia mengusulkan agar penggolongan sektoral tidak hanya merujuk pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), karena KBLI yang digunakan oleh beberapa perusahaan sering kali tidak sesuai dengan alur proses produksi yang ada di perusahaan tersebut. “Penggolongan sektoral harus mempertimbangkan proses kerja yang sebenarnya di lapangan agar lebih relevan dan adil bagi pekerja,” tambahnya.
Rapat ini merupakan langkah awal dalam proses panjang penetapan upah tahun 2025 yang diharapkan dapat menghasilkan kebijakan upah yang adil, melindungi hak-hak pekerja, serta mendorong keseimbangan antara kebutuhan pekerja dengan kemampuan industri di Jawa Barat. Hasil perumusan dari Dewan Pengupahan ini diharapkan segera disosialisasikan ke seluruh perangkat organisasi serikat pekerja di Indonesia sebagai panduan dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang dinamis.
Her-spsibekasi.org