Pemerintah melalui Menteri Airlangga Hartanto memaknai putusan MK menyatakan UU CK inkonstitusional bersyarat. Namun dimaknai pula oleh Pak Airlangga bahwa UU CK dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 2 tahun. Pendapat itu jelas tidak sesuai dengan putusan MK, baik Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (cluster uji formil) dan Nomor 6/PUU-XIX/2021 (cluster uji materil).
Jika disimak 2 cluster pengujian itu, dapat dipahami dengan terang bahwa:
1. UU CK inkonstitusional bersyarat. Frasa MK yang memerintahkan melakukan perbaikan selama 2 tahun diperbaiki (dan juga dijelaskan dalam putusan uji materil) sudah sangat terang benderang bahwa pemerintah tidak boleh melakukan tindakan/kebijakan sampai diperbaiki UU aquo. Jadi 2 tahun itu bukan untuk diterapkan tetapi 2 tahun itu untuk memperbaiki UU CK.
2. Memperbaiki prosedur UU CK bermakna memperbaiki tata cara pembentukan agar sesuai ketentuan UU No 12 Tahun 2011 jo UU No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, termasuk dalam rangka menampung partisipasi publik.
Jangan sampai yang dilakukan itu memperbaiki UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena itu adalah aturan hukum yang harusnya menjadi pedoman bagi pembentukan UU CK yang lebih baik. Kalau itu terjadi maka UU CK dipaksa dilaksanakan sementara UU yang lain menyesuaikan dengan UU CK. Selain itu jika dilakukan perbaikan UU pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) maka pembentuk UU menjalankan perintah hakim yang dissenting opinion (D.O), padahal D.O bukanlah amar putusan yang harus dilaksanakan.
3. Ini uji formil penting yang dikabulkan MK. Artinya pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR dikoreksi tatacara pembentukannya. MK memerintahkan sesuaikan dengan ketentuan formil dalam UU PPP. Artinya pembentuk UU harus memulai dari tahapan awal pembentukan, terutama soal partisipasi publik yang lemah dan ketidaksesuaian dengan format pembentukan UU yang baik. Dengan demikian, proses pembentukan UU CK harus dimulai dari tahap awal dan harus sesuai dengan konsep 1 cluster isu saja (menggabungkan UU sejenis). Jika masih model UU CK saat ini yang menggabungkan banyak jenis UU maka akan bertentangan dengan UU PPP (juga bertentangan dengan putusan MK).
3. Putusan harus dijalankan oleh pemerintah dan DPR dengan benar. Bukan ditafsirkan dapat dilaksanakan 2 tahun, sekali lagi diperbaiki dalam 2 tahun. Jika dipaksakan pelaksanaan seluruh tindakan/kebijakan maka akan batal demi hukum bahkan dapat berkonsekuensi pidana korupsi jika merugikan keuangan negara, cacat administratif dan dapat digugat perdata.
Demikian. Salam konstitusi.
Feri Amsari