
Jakarta, spsibekasi.org — Jaringan masyarakat sipil Indonesia menggelar Aksi Solidaritas dan penyerahan memorandum kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia se-ASEAN (SEANF). Aksi berlangsung pada 19 November 2025 di depan Hotel Le Meridien, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, lokasi penyelenggaraan Sidang Umum Forum Lembaga HAM Nasional Asia Tenggara yang menghadirkan komisioner HAM dari enam negara ASEAN.
Aksi ini diikuti oleh berbagai organisasi masyarakat sipil dan federasi serikat pekerja, antara lain SP KEP SPSI, Serikat Pekerja PLN, Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta Amnesty International Indonesia. Para peserta menyuarakan tuntutan agar SEANF mengambil langkah tegas untuk menghentikan kekerasan di Myanmar dan mendorong proses demokratisasi yang sejati.
Koordinator aksi, Khamid Istakhori, menegaskan bahwa tragedi kemanusiaan di Myanmar sudah berada pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. “Ini bukan tentang Myanmar, ini tentang kemanusiaan. Mereka dibunuh, diperkosa, dipaksa hidup di bawah tanah. Kita datang berdialog dengan baik. Para pekerja hotel adalah buruh seperti kita; mereka tidak berhak melarang aksi damai ini,” ujarnya.
Sementara itu, Angga Saputra, perwakilan serikat pekerja bandara, menyampaikan bahwa represi militer Myanmar telah berdampak sangat luas. “Ribuan orang hilang dan terbunuh. Aksi hari ini adalah bentuk solidaritas kita. Bulan depan Myanmar akan mengadakan pemilu yang digelar oleh junta militer, pemilu yang tidak legitimate,” tegasnya.
Perwakilan lainnya menyoroti bahwa aksi ini dilakukan bertepatan dengan pertemuan Komisioner HAM se-ASEAN (AIHCR). Mereka menuntut agar lembaga-lembaga HAM nasional mengambil posisi lebih tegas.
Patuan Samosir dari ITUC menjelaskan bahwa junta militer telah merampas hak demokrasi rakyat Myanmar sejak kudeta 1 Februari 2021. “ILO melalui mekanisme Article 33 sudah menegaskan bahwa Myanmar tidak boleh melanjutkan aktivitas sebagai negara anggota yang normal, dan negara-negara lain tidak boleh berhubungan bisnis dengan junta. Kita, sebagai bagian dari gerakan buruh internasional, menyerukan boikot terhadap pemilu ilegal Desember 2025,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa ribuan buruh dan jurnalis menjadi korban kekejaman militer. “Demokrasi harus dijunjung tinggi. Perjuangan ini tidak boleh berhenti. Dunia sedang bersatu mendukung rakyat Myanmar.”
Beberapa pernyataan solidaritas juga datang dari berbagai federasi: Perwakilan SP PLN menegaskan komitmen untuk terus memperjuangkan nasib buruh Myanmar.
Nany Afrida dari komunitas jurnalis menyampaikan bahwa “7 jurnalis terbunuh, 211 ditangkap. Kita aksi hari ini karena ASEAN Human Rights tidak menunjukkan kepedulian yang memadai.”
Nurina Safitri, Amnesty International Indonesia, menyatakan bahwa bangsa Indonesia yang menjunjung nilai kemanusiaan wajib menunjukkan solidaritas terhadap tragedi tersebut.
Vivih, aktivis perempuan, menambahkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak boleh dicabut oleh alasan apa pun. “Di Myanmar, nyawa rakyat bisa hilang setiap saat.”
Para peserta aksi menyampaikan empat tuntutan utama: Hentikan pembunuhan di Myanmar, Indonesia tidak mengirimkan observer pemilu ke Myanmar, Hentikan seluruh aktivitas bisnis dengan Myanmar dan keluarkan Myanmar dari forum HAM ASEAN.
Abdul Haris Semendawai, komisioner HAM yang hadir bersama dengan tiga komisioner HAM Indonesia, menyampaikan bahwa perwakilan dari enam negara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Timor Leste, dan Myanmar hari ini akan melakukan pertemuan dan beliau sudah menyampaikan agar persoalan ini menjadi topik pembahasan dalam forum HAM Se-Asean.
“Kami sudah menerima tuntutan teman-teman. Isu ini sudah dimasukkan dalam agenda pembahasan hari ini dan kemungkinan akan menjadi bahan diskusi dalam sidang besok. Semoga ada kesepakatan untuk mengakomodir tuntutan solidaritas ini,” jelasnya.
Dukungan juga datang dari berbagai elemen serikat pekerja:
- Vonny Diananto, perwakilan SP KEP SPSI, menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh perjuangan kemanusiaan ini. “Kami akan selalu bersama jika berkaitan dengan hak asasi manusia,” ujarnya.
- Arianto dari SP PLN Jawa Timur menambahkan doa agar harapan rakyat Myanmar dikabulkan.
- Yanti, salah satu orator, mengingatkan bahwa Indonesia pernah mengalami kondisi serupa. “Kita memahami betul apa rasanya perampasan hak. Rakyat Myanmar harus memperoleh kembali hak-haknya.”
- Husen, Sekjen SERBUK, menegaskan bahwa perjuangan tidak berhenti di jalanan. “Semangat ini akan kami bawa ke pabrik-pabrik. Bersama masyarakat sipil, kita akan terus melawan penindasan terhadap bangsa tertindas.”
Aksi solidaritas yang digelar di depan Hotel Le Meridien tersebut berlangsung tertib dan damai, dengan jumlah peserta sekitar 30 orang yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan federasi serikat pekerja. Seluruh rangkaian kegiatan dikawal ketat oleh aparat kepolisian, yang memastikan jalannya aksi tetap kondusif tanpa mengganggu aktivitas publik maupun jalannya agenda resmi SEANF di lokasi tersebut.
Dengan aksi ini, jaringan masyarakat sipil Indonesia menegaskan kembali posisi bahwa solidaritas regional harus menjadi nilai utama dalam menghadapi krisis kemanusiaan Myanmar. Mereka meminta ASEAN dan SEANF untuk tidak menutup mata serta memastikan perlindungan hak asasi manusia bagi seluruh warga Myanmar dalam situasi yang semakin kritis.
Her-spsibekasi.org