
Yogyakarta, 19 Agustus 2025 – Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Departemen Hukum Tata Negara, Pandekha, dan Constitutional Law Society (CLS) menyelenggarakan Notonagoro Public Lecture bertema “Filosofi Negara dan Demokrasi”. Kuliah umum ini berlangsung di Ruang Auditorium Gedung B FH UGM dan diikuti secara wajib oleh seluruh mahasiswa baru mata kuliah Ilmu Negara (Reg) dan General Theory of State (IUP).
Acara yang digelar pukul 10.00-12.00 WIB ini dihadiri 1.008 peserta secara langsung, serta ratusan peserta lainnya melalui Zoom Meeting dan YouTube live streaming.
Acara dibuka oleh Mayang Anggi Fradita (CLS FH UGM) dan dilanjutkan sambutan oleh Zainal Arifin Moechtar, SH, LLM, Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM. Dalam sambutannya, Zainal memperkenalkan para dosen Fakultas Hukum Tata Negara serta menekankan pentingnya kuliah umum ini sebagai awal pembelajaran filsafat negara.
“Bang Rocky bukan hanya seorang filsuf dan akademisi, tetapi juga pemerhati sosial yang konsisten menyampaikan kritik dan gagasan kebangsaan. Kuliah ini menjadi pintu masuk untuk memahami dasar-dasar filosofi negara, dan pekan depan kita akan melanjutkan dengan narasumber Anies Rasyid Baswedan,” ungkap Zainal.
Dr. Yance Arizona, SH, MA, ME, dosen Hukum Tata Negara sekaligus Ketua Pandekha FH UGM, dalam paparannya menjelaskan sejarah lahirnya pemikiran Notonagoro yang terinspirasi dari Prof. Soekamto Notonegoro. Yance menekankan bahwa filsafat negara tidak sekadar kajian teoritis, melainkan sumber inspirasi pengelolaan tata negara ke depan.
“Mahasiswa baru harus memahami bahwa filsafat negara adalah landasan dalam membangun demokrasi. Dari sinilah kita bisa mengkritisi dan mengembangkan pemikiran tentang bagaimana negara seharusnya dikelola,” jelasnya.
Sebagai narasumber utama, Rocky Gerung menyoroti pentingnya konsep falsifikasi dalam filsafat ilmu. Menurutnya, falsifikasi adalah proses pengujian teori dengan mencari bukti yang menyangkal, bukan sekadar membenarkan.
“Negara selalu kita bayangkan sebagai kabinet, sebuah produk yang lahir dari kebijakan publik. Tetapi filsafat mengajarkan kita untuk tidak sekadar menerima teori, melainkan mengujinya. Konsep falsifikasi, sebagaimana dikemukakan Karl Popper, adalah inti dari dialektika agar demokrasi hidup,” tegas Rocky.
Ia menambahkan, falsifikasi berbeda dengan verifikasi. Jika verifikasi berusaha membuktikan pernyataan benar, maka falsifikasi justru menguji potensi kesalahannya. Hal ini penting untuk menjaga dinamika demokrasi, agar selalu terbuka terhadap kritik dan pembaruan pemikiran.
Sesi kuliah umum diakhiri dengan diskusi tanya jawab antara mahasiswa dan narasumber. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan kritis yang diajukan, menandakan kuliah ini berhasil membuka ruang dialektika sebagaimana tujuan awalnya.
Sebagai penutup, panitia mengumumkan bahwa rangkaian Notonagoro Public Lecture akan dilanjutkan pada 26 Agustus 2025, menghadirkan Anies Rasyid Baswedan dengan tema “Masa Depan Pemerintahan dalam Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia”.
Kontributo: Anggi Nugraha
Editor: Her-spsibekasi.org